about us
my name is nova nofridawati!
RSS

Lube part II

17 Juni 1998
Aku menarik keras-keras tangan anak itu lepas dari pegangan mamanya. Aku benci sekali melihatnya. Ia selalu dituntun mamanya sepanjang jalan. Mereka juga tertawa-tawa.
Mama anak itu terkejut melihat ulahku. ”Eh kamu kenapa?” tanyanya sambil kembali menarik tangan anaknya yang kembali ku sentak lepas.
”Eh kamu anak siapa sih? Nakal sekali!” ia sudah mulai marah. Mungkin karena melihat anaknya yang sudah menangis karena aku mendorongnya jauh-jauh darinya.
Lalu tante Desy berlari ke arahku. ”Maaf ya bu, dia anak saya.” Katanya lalu cepat-cepat menggendongku dan membawaku pergi dari sana.
Dalam gendongan tante Desy, aku tetap memandang ibu dan anak itu dengan pandangan marah. Ibu itu sudah memeluk dengan erat anaknya yang menangis.

28 April 2000
Aku melempar remote yang ada di tanganku ke layar TV di depanku. Kemudian berlari ke kamar, mengunci pintu, lalu meringkuk di sudut ruangan. Tubuhku gemetar.
“Lube, kamu kenapa sayang?”suara tante Desy terdengar di balik pintu kamar.
Aku tak menjawab. Memang, sudah 3 tahun ini aku tak suka bicara lagi. Sejak aku melihat tubuh mamaku dimasukkan ke dalam tanah waktu itu. Lagi pula, papaku juga tak pernah lagi bicara padaku sejak itu. Tante Desy tahu itu, paling setelah ini nanti, dia akan membawaku ke seseorang. Katanya dia dokter, tapi aku sudah 8 tahun sekarang, aku sudah sekolah, dan aku sudah bisa baca, dan aku tahu dia psikolog.
“Sayang, kamu enggak apa-apa kan?” tanya tante Desy lagi.
Kenapa dunia ini berisik sekali? Teriakku dalam hati. Aku berlari ke kamar mandi, masuk ke dalam bath-tub yang terisi penuh air. Aku menahan nafas. Di dalam air ini tenang, aku tidak mendengar apa-apa lagi. Aku suka keheningan. Tapi bayangan-bayangan gambar di TV yang tadi kulihat tetap berkelebat di kepalaku. Seorang wanita memekik pedih setiap pukulan laki-laki di TV itu mendarat di tubuhnya. Tapi kemudian wanita itu berubah menjadi mamaku, dan laki-laki itu berganti dengan papaku.

9 Desember 2003
”Lube, kok lo gitu sih?” teriak Waqifa padaku.
Aku tak peduli, aku terus berlalu. Siapa suruh dia memintaku mewawancarai pak Turi untuk tugas Bahasa Indonesia? Maka aku lempar saja tape recorder yang diberikannya padaku ke lantai sampai benda itu pecah berserakan.
Ia kelihatan murka, ”Enggak punya perasaan! Enggak, ih! Enggak pake otak! Nyebelin banget sih lo! Gila lo ya?!” pekiknya padaku.
Aku tak peduli, aku terus melangkah. Aku tak suka bicara!! Pekikku tak kalah keras dalam hati.

28 Februari 2006
”Yah silahkan Lube, berikan kata sambutan kamu! Mungkin kamu ingin menyampaikan sepatah dua patah kata di hari ulang tahunmu ini.” kata pembawa acara yang dibayar tante Dest begitu aku turun dari kamarku.
Aku memandang tante Desy dengan marah. Hari ini memang hari ulang tahunku. Maka tante Desy membuat sebuah pesta untuk merayakannya. Aku sama sekali tidak suka, tapi tante Desy memohon-mohon padaku agar aku turun dari kamarku untuk menemui orang-orang yang diundangnya. Aku tahu, tante Desy pasti pasti ingin menunjukkan ke orang-orang kalau aku normal. Tapi apa peduliku? Memangnya kenapa kalau aku tidak normal? Mereka mau apa? Aku sering mendengar mereka berbisik-bisik mengataiku tidak normal, psiko, bahkan gila. Tapi aku benar-benar tidak peduli. Terserah!
Tante Desy memberikan mice padaku dengan wajah yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah.
”TANTE!!” gelegarku. Kali ini aku benar-benar marah pada tante Desy. Dia tahu! Bahkan sangat tahu! Kalau aku takkan memberikan ‘sepatah dua patah kata’ itu. Aku lempar mice itu ke kue tart bertingkat di depanku sampai kue itu hancur berantakan. Lalu aku berlari ke kamar. Masuk ke kamar mandi, masuk ke bath-tub penuh air. Aku sedikit tenang. Sudah tak ada lagi suara yang kudengar.

tunggu sambungannya di next posting, tapi aku gag janji kapan, liat aja dari Lube part I k part II ini udah berapa lama coba?
soalnya kayaknya aku posting yang lain dlu, hxihxihxi...
wis mi!

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: