about us
my name is nova nofridawati!
RSS
Showing posts with label in my own world. Show all posts
Showing posts with label in my own world. Show all posts

letter to romeo

dear Romeo
I never thought that I’ll write this letter to you, I mean, this one. See, I had so many dreams about love, but then, you know, I never get a change to make it real.
I always confuse, about boy, my own heart, and so on. But, because you are Romeo, I just want to ask to you about boys.

What is boys want? What actually they want? What they really want? I mean, why they just speak out? It make some girl confuse.
In my own case, there is a boy, he know, he really know what I’m feeling to him, but he just act like do not know anything. He always make me asking, what is he want?

Then, there a boy, different one. He always beside me, he always there for me, but he has a girlfriend, what I am suppose to do? I can not handle this alone.
I need your help Romeo, I need to know what is in boys mind. Make them speak out, please.

my pleasure
nova^^
trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

letter to juliet

letter to Juliet....
oleh Oupha SukosukoLaa pada 08 Januari 2011 jam 13:24

Dear Juliet

I have so many things I want to ask to you,

You know, you have a very-very famous love story, do you know that your story make thousands girls in the world dreaming that some day they will have a story like you too?

How do you think about that?

Are they will get it?

But I don’t. I mean, I don’t want have a love story like yours, a story about love that you can’t have. I don’t want that, although it is a very great love story, very deep, very complicated, and also very famous too. I want I can have my love.

I dreams about a simple love story. I love him, he love me. I have my love. I feel like every things is gonna be ok because he with me, and I’ll be always there with him, no matter what is going on! That’s simple.

So, how do you think?

I mean, every girl no needs to dream about a great story like your story. I mean, every girl will have their own story, right?

You know, I have been thinking about this as long as I remember. How do your story can be that’s famous? I mean, are you happy with your story? It is a sad love story, right?

A love story must be a story make you cry because it is so beautiful, right?

Oh, it is gonna be a very long letter, you have to stop me right now, I will write to you soon,

Smells ya latter,

My pleasure,

Nova^^



akuu buat surat ini pas lagi di bus kampus mau kkampus td, gag tau kenapa kpikiran aj,

nb: mungkin ntar q tulis surat bwt romeo juga lah, biar adil, :D


ini juga salah satu note aku di fb,

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

surat yang njeplak dari sebuah novel

surat yg njeplak dari sebuah novel....
oleh Oupha SukosukoLaa pada 06 Januari 2011 jam 21:04

dear you....

come to think of it,

life is ironically funny



i slammed the door at your face,

but my nose got instead



i kicked you out of my life,

but i was the one who felt rejected



i ripped your heart

but i was the one who live with the pain



i killed you,

but i was the one who died



i wanted nothing to do with you

but here i am waiting for you to come back



i didn't want to love you

but bow i'm looking back over my shoulder

wishing that i could turn back the time



yah, saya pernah merasakan hal ini....

kikiki....


itu note yg aku buat, yg menghantarkan aku kembali smsan sm bibb,

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

stupid me!

aku akan mencintaimu dengan kebodohanku....

kebodohanku karena mencintaimu yang tidak mencintaiku
kebodohanku karena menyayangiku yang telah menyakitiku
kebodohanku karena menerimamu yang telah meninggalkanku

aku hanya akan mencintaimu dengan kebodohanku,
dengan selalu ada di sini, untukmu....


trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

karya-karyaku....

oia, aku mau jelasin soal kesukaanku menulis,

aku suka banget nulis, sebenrnya mulai nulis tuh baru pas ku baru masuk SMA, gag begitu lama sih!

terus karya-karya ku juga gag banyak,
beberapa cerpen aku posting di sini di posting2 yg berlabel "my own world", abis itu kalau novel, novel aku itu total ada ... (bentar, aku itung dulu), ada 7:

1. Bayangan Hujan
Bayangan Hujan ini sebenrnya novel yang aku panjangin dari cerpenku yang kepanjangan. aku tulis pas aku kelas 2 SMA. baru pas aku tingkat 1 kuliah di Unand, berarti sekitar 2 tahun, baru selesai. ceritanya soal seorang cewek yang bernama Yuri, yang pacaran sama temen masa kecilnya. udah aku kirim ke gramed, kata gramed "novel anda sudah sampai pada tahap untuk dipertimbangkan penerbitannya, tunggu kabar 3 bulan lagi" intinya gitu,
eh abis itu malah gag bisa diterbitin. hiks!
cttn : jumlah halaman : 205 halaman

2. Gerbeda Thief
novel ini sebenrnya sambungan dari Bayangan Hujan, tapi, kalau baca ini sendiri juga gag apa-apa, baca byangan hujan doang juga gag apa-apa. ini aku selesaiin hanya dalam waktu 3 bulan, tapi abis itu aku edit lagi, ampe merubah setengah jalan cerita, ini belum aku kirim ke manapun.
cttn : jumlah halaman : 159 halaman dari sebelumnya 194 halaman

3. i'll never let you go
judul itu belum fix sebenrnya, aku belum ketemu judul yang pas aja, ini cerita soal Vya, temennya Yuri. ini masih sekitar 118 halaman. masih stuck, gag dapet ide!
cttn : jumlah halaman 118 halaman, belum selesai.

4. Ayu's Diary
ini diarynya ayu (ya iya lah, dr judulnya jg udah ketahuan), temannya Yuri. cerita soal dirinya tapi dalam format Diary. ini masih sangat dikit, ntah berapa halaman.

5. Mila
ini novel malah masih dalam bentuk ide di otak. udah ada yang aku tuang ke tulisan, tapi paling baru sehalaan.
jdulnya jg bukan itu, itu maksudnya cerita soal si Mila.

jadi intinya novel yang 5 tuh, pengen ngasih tau cewek2 di dunia (jiah, amin, kalo cewek2 di dunia baca novelku), kalau semua cewek itu pasti bisa jadi tokoh utama, yaitu di ceritanya sendiri.

6. Andalasia
ini sebenernya biggest project. soal dunia lain di balik dunia kita gitu. masih berapa halaman lah, lupa, yang jadi tokoh utama ceweknya disini itu namanya Kaia, terus tokoh utama cowok si Paris, adeknya Ayu. ini mungkin proyek yang bakal siap pas aku udah punya anak kali. ahahah.... amin!

7. colour blind
ini sebenrnya novel terbaru. baru juga sejak aku semster 5 nih mulai nulis ini. tapi malah aku paling semangat nulis ini. maunya aku, color blind ini lah yang ngebukain jalan untuk "tmen2nya" yang lain untuk bisa diterbitin.
tapinya, sekarang lagi stuck di 135 halaman, gag tau nih, gag ada ide. padahal penulis profesional, gag boleh nunggu mood ato ide untuk nulis kan??
cttn : jumlah halaman : 135 halaman


karya2 yang lain, selain cerpen yang udah aku posting disini, ada cerpen yang ilang, gag tau tuh dimana, ada 2 tuh, tapi ya sudahlah, ikhlaskan saja.

terus skenario film pendek, judulnya "Flying Meals", terdiri atas 24 halaman. kemaren udah aku ikutin lomba menulis skenario Jiffest, cuma ampe 15 besar. padahal kalau lolos saringan berikutnya, tuh skenario bakal dibikin jadi film sama tim jiffest, huff....
barusan aku chat sm serunya scriptwriting, aku tanya kapan ada lomba lagi, katanya tahun ini bakal diadain lagi!
kayaknya aku harus lebih semangat!

nah, untuk ssementara ini, itu dulu yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya, terima kasih. hihihi....

see you in my own world....

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lube part III

13 maret 2009
Aku memandang sinis anak-anak sebayaku yang juga memandangku dengan pandangan tak jelas sepanjang koridor menuju kelasku. Aku benci pada mereka, selalu memandangku dengan pandangan tak jelas. Kenapa manusia begitu? Kenapa segala sesuatu di dunia ini tak jelas? Aku ingin mengusir mereka semua dari sini. Tapi tante Desy sudah melarangnya. Katanya sudah terlalu banyak yang aku usir dari sekolah ini. Harus aku akui, memang sudah banyak anak sekolah ini yang aku usir. Papaku pemilik sekolah ini, maka semua menurut padaku.
Ketika aku sudah duduk di bangkuku, aku membalas sapaan seorang gadis dengan anggukan yang sangat terpaksa. Aku memang harus mengangguk, walau aku tak suka. Karena dulu aku pernah mengusir seorang gadis karena ia berani-beraninya bertanya macam-macam padaku setelah ia melihat aku menjawab telepon dari tante Desy yang mengingatkanku untuk datang ke Psikolog sepulang sekolah nanti. Aku benci sekali datang ke Psikolog itu karena dia selalu memintaku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Tapi aku tidak bisa membantah tante Desy. Karena sejak mamaku dimasukkan ke tanah 12 tahun yang lalu, tak ada kagi yang bicara padaku kecuali dia. Papaku saja tak pernah bicara lagi padaku sejak itu, padahal sebenarnya aku sangat ingin ia bicara padaku. Maka setelah menerima telepon itu, aku banting handphoneku karena kesal. Dan cewek itu datang, bertanya macam-macam, oleh karena itu aku usir dia dari sekolah ini karena aku tidak mau melihatnya lagi. Tapi sejak itu, tante Desy melarangku untuk mengusir orang lagi. Maka aku turuti saja pintanya.
☺☺☺
Aku kembali keluar kelas ketika pak dago memintaku untuk menjawab pertanyaannya. Harus berapa kali aku katakan kalau aku tak suka bicara? Walaupun aku sangsi apakah aku pernah mengatakannya. Tapi paling tidak aku sudah menunjukkannya. Seharusnya ia tahu itu.
Seseorang menabrakku ketika aku berbelok ke kanan di ujung koridor karena ia berjalan mundur dan mengendap-endap.
”Lube?” getar bibirnya kaget begitu melihatku.
Aku diam saja. Aku pandangi wajahnya yang manis. Menurutku wajahnya menrik sekali. Baru kali ini aku melihat yang seperti ini. Matanya bening, seperti bersinar.
”Jangan keluarin gue ya..” pintanya.
Aku tetap tak menjawab. Cewek ini terang-terangan sekali. Ingin aku mengatakan, tenang saja, aku tak boleh lagi mengusir orang oleh tanteku, tapi aku tetap diam saja.
”Gue enggak sengaja nabrak lo tadi. Gue..” ia nyengir kuda. “Diam-diam keluar kelas.” Sambungnya.
Aku beranjak. Meninggalkannya yang sepertinya masih ingin bicara.
“Eh Lube bentar!” panggilnya.
Aku berhenti. Ragu-ragu akhirnya ia bicara. “Em satu lagi, jangan bilangin guru ya..” katanya..
Aku tersenyum melihat tingkahnya ini. Aku tidak mungkin melakukan itu.
Ia sepertinya bingung. “Kenapa lo senyum?” tanyanya.
Aku tak menjawab, lalu kembali melanjutkan langkahku.
“Eh lo kabur juga ya?” tanyanya mencoba mensejajarkan langkahnya denganku.
Aku tetap diam. Kabur? Apa yang seperti aku lakukan ini bisa dikategorikan kabur juga?
Terdengar suara laki-laki dewasa di ujung koridor di belakang kami, sepertinya mendekat.
”Wua.. Lube, cepetan lari!” katanya sambil menarik lenganku.
Ia membawaku ke belakang sekolah, dan berhenti ketika kami mentok di tembok pagar sekolah.
”Gue biasanya kalau kabur lewat sini.” katanya. ”Kalau lo, lewat depanpun pasti dibukain juga gerbangnya sama satpam ya? Tapi menurut gue, malah di sini serunya. Kalau lewat depan namanya bukan kabur. Kalau bisa keluar sekolah dengan sembunyi-sembunyi gini, pas kabur rasanya puas. Ayo cepetan naik! Lo bisa manjat kan?” ocehnya panjang lebar.
Aku memandang wajahnya dan tembok bergantian. Aku tidak percaya cewek seperti dia dapat memanjat pagar tembok ini. Dan dia memintaku untuk naik ke pagar ini? Aku tak pernah memanjat seumur hidup.
“Kenapa?” tanyanya. “Lo enggak pernah manjat ya? Ya udah deh, biar gue duluan. Ntar lo liatin cara gue ya.” Katanya lagi.
Aku jadi merasa aneh dengan diriku sendiri. Kenapa aku tidak marah padanya? Padahal dia sudah begitu banyak bicara. Aku malah geli melihatnya. Mungkin karena dia tahu aku tak suka bicara, maka setiap ia bicara dijawabnya sendiri. lagi pula jawabannya memang seperti yang aku fikirkan.
”Eh lo jangan ngintip ya!” katanya ketika ia akan mulai memanjat.
Aku tertawa tanpa suara.
”Eh Lube bisa ketawa!” pekiknya. ”Lo keren juga kalau ketawa gitu.” katanya. ”Ya udah, ayo cepetan naik, ikutin cara gue tadi.” katanya lagi begitu ia sudah sampai di atas tembok, ia duduk di tembok itu.
Aku menurutinya. Mengikuti setiap langkah yang ia perlihatkan tadi. Dengan susah payah akhirnya aku sampai juga di atas tembok, aku ikut duduk di sana.
”Hei! Siapa yang di atas pagar?” teriak seseorang di belakang kami.
Ia panik. Yang berteriak adalah pak Suto, salah satu satpam sekolah ini. “Eh Lube, cepetan!” katanya.
Kami melompat. Ia menarik tanganku dan berlari. Pak Suto berteriak di balik pagar. “Siapa itu yang kabur?”
Kami terus berlari, sampai gedung sekolahpun tidak terlihat lagi.
“Hosh-hosh-hosh..” nafasnya memburu. “Hahaha..” ia tertawa. “Seru kan?”
Aku tak menjawab. Masih berusaha menetralkan nafasku.
Ia pergi ke warung di seberang jalan dan kembali dengan membawa dua botol air mineral lalu memberikannya satu padaku.
”Eh seger..” desahnya.
Aku mengangguk mengiyakan. Memang aku akui, baru kali ini aku merasakan betapa segarnya rasa air.
”Lo mau kemana rencananya?” tanyanya.
Aku tak menjawab. Akupun masih berfikir mau kemana. Masalahnya tadi aku sama sekali tidak berniat kabur dari sekolah. Aku hanya keluar kelas karena pak Dago, nanti setelah jam pelajarannya berakhir, aku juga akan kembali ke kelas.
”Belom tau ya?” tanyanya sekali lagi seperti tahu apa yang ada di kepalaku. ”Ya udah, ikut gue aja dulu.” katanya lalu kembali menarik tanganku.
Aku terus mengikuti langkahnya. Ia melepas tanganku begitu kami sampai di depan sebuah panti asuhan.
”Kak Rera!!” pekik anak-anak di panti itu menyambut kedatangannya.
”Hei..” Rera lalu berbaur dengan mereka.
“Kak, aku tadi di sekolah dapet seratus..” oceh seorang gadis kecil, mungil.
Rera tersenyum padanya. “Iya? Pinter dong. Besok kakak bawain coklat!”
“Bener kak?” Tanya gadis cilik itu.
Rera mengangguk pasti.
“Kak aku juga mau!!!” teriak yang lain.
”Iya-iya, entar kakak kasih satu-satu, tapi nilainya besok seratus ya!”
”Iya!” koor anak-anak itu.
“Eh kak, itu siapa?” Tanya seorang bocah laki-laki gendut menunjukku.
Rera menoleh padaku. “Oh iya, ini temen kakak. Namanya kak Lube.” sambungnya. Ia memperkenalkanku pada mereka.
Mereka menyalamiku satu-satu sambil menyebut nama masing-masing. Aku menjawabnya dengan senyum.
”Kak Lube enggak bisa bicara ya?” tanya anak laki-laki itu lagi.
Aku tetap hanya tersenyum menjawabnya.
”Enggak apa-apa kok, di sini juga ada yang enggak bisa bicara, namanya Peilin.”
”Bukan!” Rera cepat-cepat meralat. ”Kak Lube bukan enggak bisa bicara, kak Lube hanya enggak suka bicara.” katanya.
”Kok gitu? Kalau Peilin dikasih suara, dia pasti senang sekali.” oceh sigendut lagi.
Rera cepat-cepat bertindak. ”Ya udah, sana kalian main dulu ya..” katanya.
Semua menurut. Mereka segera bermain di laangan. Ramai sekali. Mereka tertawa-tawa. Aku dan Rera duduk di atas rumput tak jauh dari mereka, memandangi mereka. Harus aku akui, baru kali ini aku senang mendengar keramaian. Aku memandang wajah gadis di sebelahku, dia kelihatan bahagia sekali. Apa dia bahagia?
”Gue seneng banget loh kalau ke sini!” katanya.
Aku terperanjat. Kenapa cewek ini selalu bisa menebak apa yang ada di kepalaku?
”Menurut gue, kita lah yang menciptakan kebahagiaan dari keadaan yang ada. Kalau kita menunggu sampai keadaan yang membuat kita bahagia, maka kita enggak akan pernah benar-benar merasa bahagia.” katanya.
Kali ini aku benar-benar diam. Biasanya memang tidak ada suara yang keluar dari mulutku, hanya saja kali ini memang tak ada apa-apa yang terfikir di kepalaku.
Ia tersenyum. “Kalau ternyata di masa lalu ada yang menyakitkan, jangan berusaha buat ngelupain, karena masalah itu malah akan semakin keinget. Tapi berusahalah buat menerima. Bagi aku, kalau mau bahagia itu gampang, bersenyukur dan berbagi, itu kuncinya.” Katanya lagi.


sebenernya, Lube ini adalah cerpen yang aku buat untuk menuhin tugas akhir bahasa indonesia pas kelas 3 sma dulu, so long time,
dr awal aku posting jg lama banget baru dilanjutin,
so, wait for the nest chapter, ok? it is will be the last chapter...
and please leave some comments!
thanks....

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

in my own world

this posting will describe about every posting in my blog with labeled "in my own world"
it is mean that posting including my story, not my own story, but story that i wrote, all of them are fiction,
so enjoy it, and comment what do you think about my work, thank you!!

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

L. O.V. E

L.
Inilah cinta. Cintaku padamu. Sudah bertahun-tahun aku hanya bisa melihatmu saja. Setiap hari, setiap waktu, setiap detik. Aku suka melihatmu. Melihat tawamu, melihat rengutanmu, melihat tangismu, melihat marahmu, melihat bengongmu, aku suka melihat semua ekspresimu, bahkan ketika wajahmu tak berekspresi sekalipun.
Aku juga suka suaramu. Suaramu bicara, suara tawamu, suara marahmu, suara ngambekmu, suara tangismu, suara nyanyianmu, bahkan suaramu mendengkur tipis saat kau tertidur nyenyak.
Aku suka segala sesuatu tentangmu.
Kamu selalu di sana, benar-benar bisa ku sentuh, begitu dekat, namun juga begitu jauh. Kamu benar-benar seperti mempunyai duniamu sendiri, kamu begitu memesona. Seperti mawar di tepi jurang, begitu indah, namun membuat semua orang langsung mundur begitu mereka baru saja memutuskan ingin mendekatimu.
Kita tertawa bersama, menangis bersama, makan bersama, bahkan tinggal bersama, tapi takkan pernah merasakan rasa ini bersama. Aku tahu kamu suka laki-laki itu. Dan aku adalah sahabat terbaikmu sepanjang masa, itu katamu.


O.
Aku sudah tidak tahan melihatmu. Kamu hanya memandang dia. Kamu tahu kalau dia sama sekali tidak memandangmu. Kamu malah pura-pura ikut bahagia bersamanya. Aku tahu, kamu mencintainya. Itu bukan sayang sahabat, itu cinta. Dan aku mencintaimu. Benar-benar mencintaimu. Kamu tahu itu. Tapi kamu tidak peduli. Akupun ikut tidak peduli. Tak peduli kalau kamu tak peduli, aku tetap akan terus mencintaimu.

V.
Aku sama sekali tidak suka perasaan seperti ini. Aku benci sekali hal ini. Melihat kamu selalu memaksa untuk tersenyum padaku. Untuk selalu ada untukku. Aku memaksamu untuk terus bersamaku. Memaksamu untuk mencintaiku. Aku yang mengaku sangat mencintaimu malah mengikatmu dengan diriku. Membuatmu menderita karenanya. Aku tahu kalau kita sudah menjalani ini lebih dari tiga tahun, tapi ini tak harus abadi. Aku tahu perasaanmu sudah tak sama lagi dengan dulu. Aku tahu perasaanmu tak sama lagi dengan perasaanku. Harusnya bukan masalah bagiku. Aku memang hanya benar-benar mencintaimu, tak harus mendapatkan balasan apa-apa darimu. Maka aku akan membuktikan kata-kataku itu.

E.
Aku tak tahu apa ini. Seharusnya aku tak boleh merasakan hal ini. Tapi dadaku memang berdetak lebih cepat kalau aku melihatmu. Perutku selalu melilit kalau aku tahu kamu ada di dekatku. Aku senang sekali kalau setiap kali aku bisa memandangmu. Padahal aku tahu kalau kamu sudah punya dia. Kekasihmu.


L.
Hari ini kamu memandangnya dari jauh, ketika cowok itu baru saja sampai di kampus bersama pacarnya. Pandangan kalian bertemu. Kamu terpesona olehnya. Kamu langsung tersipu malu. Aku senang sekali melihat wajahmu yang merona. Aku sama sekali tidak bohong. Aku benar-benar bahagia melihat wajahmu yang merona itu. Sudah seumur hidup aku mengumpulkan ekspresimu, namun, aku tahu, sampai matipun aku tak akan mendapatkan ekspresimu yang satu itu untukku.

O.
Setiap hari kamu selalu menjadi sahabat terbaiknya. Kau ikut senang melihat dia tersipu memandang laki-laki itu. Kau pasti merindukan ekspresi itu untukmu.Melindunginya dari segala kemungkinan kesedihan yang kira-kira menghampirinya. Tak pernah terfikir olehmu tentang kesedihanmu. Tapi itu adalah urusanku, kesedihanmu adalah urusanku.

V.
Kita baru saja sampai di kampus. Tapi matamu, pikiranmu, telingamu, seperti mempunyai sonar yang dapat menangkap dimanapun keberadaannya. Kamu langsung menemukan dimana dia. Tapi kamu hanya memandangnya dari jauh. Aku tahu, hanya dengan saling memandang, kalian sudah mengutarakan perasaaan kalian masing-masing. Aku tahu kamu bahagia sekali bisa melihatnya. Pandangan kalian bertemu, kalian seperti bercinta di sana. Aku sungguh iri.

E.
Seperti biasa kamu datang bersama cewek itu. Aku senang sekali setiap melihatmu. Kamu membuka helmet yang terpasang di kepalamu. Matahari tiba-tiba menyilaukan dari belakangmu. Kamu seperti bersinar-sinar, sparkling. Aku tak tahu bagaimana mengatakan apa yang aku rasakan. Senang, deg-deggan, khawatir, malu, semuanya. Wajahmu jauh lebih indah dari bulan malam yang hadir saat langit jernih. Lebih indah dari mentari pagi yang membuat langit berseri. Bahkan rambutmu yang berantakan karena kamu baru saja membuka helmet pun menjadi salah satu yang membuatku semakin menyukaimu.


L.
Aku tahu kamu mencintainya, tapi entah apa yang ada di dalam pikiran kalian, mengapa sesulit itu untuk menyatukannya. Kalian tak seperti aku, yang mencintai sahabatku melebihi cinta sahabat. Harusnya itu malah menunjukkan hal baik, tapi itu ternyata sama sekali bukan hal baik. Kamu wanita, aku wanita, itu masalahnya. Tak masalah bagiku, aku memang hanya mencintaimu. Oke, aku tahu dia punya kekasih, cewek itu menjadi penghalang kalian. Aku harus melakukan sesuatu.


O.
Aku mencintaimu. Benar-benar mencintaimu. Aku tak akan membiarkanmu menderita bahkan demi cintamu itu. Tak akan aku biarkan. Aku mencintaimu. Benar-benar mencintaimu. Aku akan berbuat sesuatu untukmu. Bila kamu tidak mau melakukan sesuatu untukmu, maka aku yang akan melakukannya.

V.
Kalau saja aku tak ada, maka kamu tak harus memikirkan siapa-siapa lagi, kamu cukup mencintainya. Aku tahu kalian saling mencintai hanya dengan melihat pandangan kalian saja. Aku tahu. Kamu cinta padanya, aku cinta padamu, dia cinta padamu, lalu aku bisa apa? Aku sudah memastikan kalau aku benar-benar mencintaimu, tanpa syarat! Dan aku akan membuktikannya. Keberadaanku lah yang membuat kalian tak bisa bersatu. Aku sudah tahu apa yang dapat aku lakukan. Aku tak mungkin membunuh diriku untuk membuatku tak ada di dekatmu, karena aku tak tahu siapa yang akan menjaga ibuku kalau aku mati, maka aku harus membereskan masalah ini dengan cara lain.

E.
Sekarang aku tahu kalau kamu juga mencintaiku. Aku tahu itu. Apa benar kata orang, kalau cinta sama sekali tidak perlu dikatakan, cukup dirasakan. Aku tahu kalau kamu juga mencintaiku. Tapi kita tak bisa melakukan apa-apa. Kita hanya bisa terus begini.
Dunia terasa berputar di sekelilingku. Entah apa yang akan terjadi. Tapi disaat semuanya benar-benar terjadi nanti, aku harap aku masih mempunyai sahabat terbaikku, wanita terkuat di dunia, dan kamu.


L.
Aku harus melakukan sesuatu agar kamu dan laki-laki bodoh itu bersatu. Aku tak mau kamu merasakan apa yang aku rasakan. Hanya bisa melihat orang yang kau cintai. Hanya melihatnya. Aku paling tidak masih bisa memelukmu, memandangmu dari dekat, sedekat yang aku inginkan. Asal kamu tahu, hal favoritku adalah memandang wajahmu saat kau tertidur. Kau begitu alami. Tapi aku tidak akan membiarkannya terjadi padamu. Kamu tidak boleh merasakan penderitaan yang sama denganku. Kamu harus bersatu dengan laki-laki itu. Maka aku menemui cewek yang selalu menjadi penghalang kalian. Aku bilang padanya kalau laki-laki itu juga mencintaimu, dan dia harus melepaskannya. Cewek itu setuju, dia bilang dia sudah tahu itu, dan dia sudah tahu apa yang akan dilakukannya.

O.
Sudah hampir tiga tahun sejak saat itu. Sejak aku menyatakan perasaanku padamu. Aku benar-benar kalah telak olehmu. Kamu bisa mencintai sahabatmu lebih dari dua puluh tahun. Apakah tak pernah terfikir olehmu apa yang akan kau lakukan selain terus melindunginya? Aku yang baru tiga tahun ini mencintaimu, sudah benar-benar bertekad untuk mendapatkanmu. Aku benar-benar kalah telak. Kamu malah menemui kekasih laki-laki yang dicintai oleh cintamu, memintanya untuk meninggalkan kekasihnya, agar orang yang kamu cintai mendapatkan cintanya. Lalu bagaimana denganmu?

V.
Seorang cewek menemuiku. Katanya dia sahabat dari wanita yang kau cintai. Dia memintaku untuk menjauh darimu. Aku tahu itu. Aku memang akan melakukannya. Gadis bodoh, dia melakukannya demi sahabat yang dicintainya. Ya, aku tahu dia mencintai sahabatnya itu. Yah, paling tidak kami sama. Kami akan melakukan apapun untuk orang yang kami cintai agar mereka bahagia. Aku juga sangat mencintai ibuku, dan aku juga akan melakukan apapun untuk membuat ibuku bahagia. Ibuku adalah wanita terhebat di dunia ini. Bila Tuhan boleh di duakan, maka dia adalah Tuhan keduaku. Aku benar-benar mencintainya. Namun, sudah berapa bulan ini dia hanya terbaring di tempat tidurnya, sambil menarik nafas panjang-panjang dengan susah payah. Ia bilang ia sulit sekali bernafas. Aku cinta padamu bu, kataku padanya sambil menutup wajahnya dengan bantal sampai ia tak sulit bernafas lagi. Aku mencintainya lebih dari apapun. Dia akan bahagia di sana.

E.
Sahabatku sedikit aneh belakangan ini. Beberapa kali aku menemukannya melirikku diam-diam, namun begitu mata kami bertemu, ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Aku tak tahu dia punya masalah apa. Aku hanya dapat berharap semoga dia baik-baik saja, apapun masalah itu.


L.
Cowok itu kelihatan tragis sekali begitu tahu kalau teman wanitanya itu membunuh ibunya sendiri. Aku tak tahu apa yang dapat aku katakan. Aku juga benar-benar terkejut. Sungguh. Aku tak tahu kalau dia akan berbuat begitu. Aku yang melakukannya. Aku yang meminta dia jauh-jauh dari cowok itu. Dan dia memang melakukannya. Paling tidak, kalau dia di penjara, maka dia tidak akan dekat-dekat lagi dengan laki-lakimu.
Aku melihat kamu memeluk cowok itu. Kamu ikut sangat sedih bersamanya. Tapi aura disekitar kalian berkilauan. Baru aku sadari kalau hatiku sakit. Aku langsung berlari ke kamar kos kita, lalu menangis di sana. Aku tak tahu kalau aku bisa menangis. Selama ini aku selalu ingin menjadi pangeran untukmu, maka aku sama sekali tidak boleh menangis. Menangis adalah bagianmu. Bagianku adalah menghapus air mata itu dari pipimu.
Lalu laki-laki itu datang, laki-laki yang sejak kita menginjak kampus ini sudah mengatakan kalau ia menyukaiku, mencintaiku. Perutku langsung mual mendengarnya. Aku sudah bertahun-tahun mencintaimu, sejak kita bertemu di TK, dan aku sama sekali tidak berani mengatakannya, sedangkan laki-laki ini, begitu mudahnya mengatakan kalau ia mencintaiku.
Dia datang lalu memelukku. Aku tak tahu mengapa aku mau saja di peluknya. Aku terus sesengukan di pelukannya. Lalu tangannya menghapus air mataku, dari sudut mataku, sampai ke mulutku. Lalu ia menutup mulut dan hidungku dengan sangat kuat.
Lalu kamu datang. Kamu memanggil namaku sekuat tenaga, aku tak dapat lagi mendengarnya. Aku tersenyum, entah kamu melihatnya atau tidak, tapi aku tersenyum padamu. Kamu terus menangis, aku sudah tak kuat melihat air matamu itu, aku menutup mataku.

O.
Kamu berlari begitu melihat sahabatmu itu berpelukan dengan laki-laki itu. Aku mengejarmu. Ternyata kamu menangis di kamar kosmu. Aku benar-benar benci melihat air matamu itu. Kamu sama sekali tidak boleh menangis. Aku berfikir cepat. Kalau aku bunuh laki-laki itu demi kamu, agar kau mendapatkan cintamu, maka kamu akan semakin sedih melihat sahabatmu itu sedih. Kalau aku membunuh cintamu, maka kamu akan lebih menangis lagi, lebih menderita lagi. Maka aku memilih membunuhmu. Karena dengan itu, kamu tak akan menderita. Biar aku saja yang menderita karenanya.

V.
Sekarang kamu sudah bebas. Maka aku yang akan masuk ke penjara yang selama ini yang aku buat untukmu. Ini semua hukuman untukku. Sudah lebih dari tiga tahun kamu merasakan penderitaan ini gara-gara aku, maka sekarang giliranku, harusnya aku mendapatkannya selama tiga puluh tahun.

E.
Cewek itu membunuh ibunya. Kamu terlihat begitu terpukul. Dadaku ikut merasa dipukul melihat kamu begitu. Aku langsung memelukmu erat-erat. Berharap apa yang kamu tanggung akan terbagi denganku.

Lalu sahabat terbaikku meninggal di pangkuanku di kamar kami, aku sama sekali tak kuat menanggung ini sendirian. Lalu kamu datang, dan memelukku.

ini cerpen pernah aku ikutin lomba untuk koran kampus, tapi gag menang, hehe, makanya aku kasih liat disini aja, semoga kalian suka, ato gag suka jg gpp, kasih komen y,
ps : kebanyakan temenku yang baca, gag ngerti apa yang aku tulis katanya, hahaha...
so, what do you think??

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

girl side girl

Hidup itu bagaikan roda, berputar, ada saatnya kita di atas, ada saatnya kita di bawah, aku pernah mendengar istilah itu, tapi aku tidak pernah percaya kalau hal itu benar-benar akan menjadi kenyataan dalam hidup. Enam bulan yang lalu aku pindah dari kampungku ke kota ini untuk menuntut ilmu di sebuah Universitas terkenal di kota ini dengan menggadaikan sawah orang tuaku di kampung. Saat itu aku senang sekali, sungguh semua hal rasanya patut untuk disyukuri. Aku percaya, kalau kita menjalani hidup dengan baik, lurus, bijak, maka kita akan mendapatkan balasan yang setimpal. Sampai aku melihat tetanggaku. Dia kos di kamar yang berandanya berseberangan dengan beranda kamarku di gedung kosan sebelah. Dia sungguh cantik, biasanya aku hanya melihat cewek secantik dia di tivi, tapi sekarang dia malah kos di seberang kamarku. Semua yang ada padanya membuat aku terkagum-kagum. Isi kamarnya lengkap, seperti di hotel bintang lima. Mewah sekali! Mulai dari AC, kulkas, futniture yang mewah, serta hal-hal lain yang hanya bisa membuat aku ternganga. Tapi lucunya gadis itu - yang begitu melihat ia pertama kali aku sudah merasa kalau ia seperti nona besar, maka kuberi saja nama Nona – selalu merutuk-rutuk, seperti semua hal yang ada pada dirinya salah. Lama aku memperhatikannya, tetap saja aku tidak menemukan satu hal pun yang bisa ia rutuki dalam hidupnya, semuanya menjadi kelihatan baik karena dia kaya. Aku memandangnya, mata kami bertemu beberapa detik.


Cewek itu ngeliatin gua. Dia kos di kamar yang berandanya berseberangan dengan beranda kamar gua di gedung kosan sebelah. Pertama kali gua ngeliat dia enam bulan lalu, dia datang sendiri sama seperti gua, tapi hal yang menarik buat gua adalah dia sepertinya sangat mensyukuri keberadaannya di situ. Lama gua perhatiin dia, tetep aja gua nggak nemuin satupun hal yang bisa disyukuri dari hidupnya, semuanya kelihatan jelek karena dia miskin. Gua langsung namain dia Nisa, soalnya nama itu biasanya buat orang-orang alim kayak dia. Sedangkan gua harus pergi dari rumah gua sendiri karena hal terkutuk harus terjadi dalam keluarga gua. Dua orang dewasa yang dengan terpaksa gua panggil orang tua, karena mereka yang melahirkan gua ke dunia ini serta yang membesarkan gua, dan tiba-tiba mereka menjelma menjadi makhluk yang juga menghancurkan hidup gua. Gua benci banget sama mereka berdua. Gua mutusin buat ngekos. Ternyata jadi anak kos juga sama sekali tidak bisa dibilang enak. Gua pengen banget tereak, tapi karena gua cuma sendirian di kos ini, gua cuma bisa merutuk-rutuk sendiri.
Pas pulang kuliah siangnya gue ketemu bencana lainnya. Asli! Pengen banget gue cekek tuh anak jalanan! Berani-beraninya dia hampir nyentuh gue! Tangannya itu, ntah berapa milyar kuman, baunya jangan dibayangin deh, bisa muntah! Tereak-tereak gue, eh si manis di seberang kamar gue malah ngasih duit ama anak itu. Gue tahu kalau dia tuh bukan anak orang kaya, secara kamarnya nggak ada isinya, bajunya juga jelek-jelek – walaupun dia tetap kelihatan manis, tetep aja gue tahu kalau tuh baju pasti murah – goblok! Bisa-bisa dia sendiri yang nggak bakalan makan untuk beberapa hari kedepan. Gua liatin dia, dia malah senyum sama gua.


Aku senyum sama si Nona waktu dia ngeliatin aku pas aku kasih duit buat anak jalanan itu. Tadi Si Nona mencak-mencak sama anak jalanan yang meminta-minta padanya karena anak itu hampir saja menyentuh bajunya. Aku tahu kalau baju itu pasti sangat mahal, makanya dia panik sekali begitu ia pikir kalau tangan kotor dan bau anak jalanan itu bakal menyentuh bajunya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Aku sama sekali tidak marah, aku juga tidak tahu, apapun yang dilakukannya kelihatan ‘bagus’ dimataku hanya karena dia cantik dan dia kaya. Aku akhirnya memberikan jatah makanku untuk besok kepada anak jalanan itu meskipun karena itu aku harus puasa sampai pada waktu yang tidak dapat dipastikan.
Malamnya Si Nona bawa temen cowoknya ke kamar, aku nggak tau apa yang bisa aku lakuin, jangankan untuk bertindak, apa yang aku fikirkan saja aku tak tahu, aku hanya bisa menutup jendelaku, lalu aku mencoba tidur, tapi tetap tidak bisa.


Gua jadi nggak bisa tidur, padahal cowok gua udah pergi dari tadi. Dia pasti kecewa banget. Abisan gua jadi nggak mood begitu liat mukanya Nisa udah kayak abis nelen garpu pas liat gua bawa cowok ke kamar. Gua juga nggak tahu gua kenapa, yang jelas mukanya Nisa kebayang-bayang terus sama gua, entah itu bagus atau nggak.
Entah kapan tepatnya gua akhirnya ketiduran, gua kebangun karena telfon mama pagi ini. Mama bilang kalau sidang perceraian ia dan papa akhirnya selesai. Mereka sekarang resmi bercerai. Gue nggak tahu gue harus lega atau marah mendengarnya. Sumpah hati gue sakit banget, tapi gue juga nggak tahu apa yang musti gue marahin. Kalau mereka selama ini bersatu tapi malah saling menyakiti satu sama lain, maka dengan ini sekarang mereka bisa saling memahami. Hati gue sakit banget, tapi gue mencoba menerima, toh paling nggak gue masih punya papa, setahu gue si Nisa udah nggak punya bapak lagi.
Gua langsung ke beranda begitu ingat dia. Gua liat Nisa juga lagi di berandanya, keliatannya dia lagi ada masalah.


Masalah! Masalah! Masalah! Semua dalam hidupku jadi bermasalah. Semuanya memburuk sejak aku datang ke kos ini. Ibu tidak bisa kirim uang, aku kelimpungan, aku tidak tahu harus mencari uang dimana, sedangkan aku setiap harinya harus melihat teman-temanku yang bergelimpangan harta di sekitarku, mau tak mau aku jadi membandingkan diriku dengan mereka. Aku itu cuma anak kampung yang dengan bermodal nekat kuliah ke Kota ini. jangankan harta seperti mereka, ayah saja aku sudah tidak punya. Aku udah nggak tahan hidup kayak gini. Bagaimana aku bisa menjalani hidup ini? Nilaiku di kampus juga jauh dari baik, teman-temanku semua anak orang kaya, tak ada yang menderita sepertiku, mereka semua bahagia. Aku, jangankan mendapatkan kebahagiaan seperti mereka, hidup yang aku fikir sudah patut di syukuri dari dulu saja aku sudah tidak bisa mendapatkannya lagi. Semua menjadi jelek hanya karena aku miskin. Aku harus menghentikan ini semua. Aku liat si Nona lagi ngeliatin aku dari berandanya. Ya sudahlah, aku harus pergi sekarang, aku tahu bagaimana mengakhiri semua ini.


Gue tereak-tereak sama si Nisa tadi. Gimana nggak? Dia berniat bunuh diri dengan loncat dari jembatan depan! Gue bener-bener kalut! Gue berlari sekuatnya untuk meraihnya terus gue tereak-tereak marah-marah sama dia. Gue nggak tahu apa yang terjadi, yang jelas gue mulai ‘belajar mensyukuri hidup’ ini dari dia, tapi kalau dia saja sudah menyerah dengan hidupnya, apa yang akan terjadi dengan hidup gue? Dia nggak boleh mati. Dia harus tanggung jawab. Akhirnya gua bawa dia ke kamar gua, pas dia udah tenang setelah minum air putih yang gua kasih, akhirnya kami kenalan.
“Hai, gue Nona.” Kata gua sambil mengulurkan sebelah tangan gua.
Dia kelihatan kaget sejenak, terus tersenyum, “Nisa.” Bisiknya. “Makasih udah nyelamatin hidup aku.” Sambungnya.
Gue nggak tahu gimana harus bilang ke dia kalau dia juga udah nyelamatin hidup gue tanpa dia sadari. Gua cuma mau dia bertahan, dengan begitu dia juga nyelamatin hidup gua.


Padang, 15 Juni 2010, 09:13 PM
Nonow Chan

sebenernya ini cerpen udah aku kasih untuk temenku, dia minta bikinin, untuk majalah yang dbuat sama kelasnya, entah jadi diterbitkan atau nggak,

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lube part II

17 Juni 1998
Aku menarik keras-keras tangan anak itu lepas dari pegangan mamanya. Aku benci sekali melihatnya. Ia selalu dituntun mamanya sepanjang jalan. Mereka juga tertawa-tawa.
Mama anak itu terkejut melihat ulahku. ”Eh kamu kenapa?” tanyanya sambil kembali menarik tangan anaknya yang kembali ku sentak lepas.
”Eh kamu anak siapa sih? Nakal sekali!” ia sudah mulai marah. Mungkin karena melihat anaknya yang sudah menangis karena aku mendorongnya jauh-jauh darinya.
Lalu tante Desy berlari ke arahku. ”Maaf ya bu, dia anak saya.” Katanya lalu cepat-cepat menggendongku dan membawaku pergi dari sana.
Dalam gendongan tante Desy, aku tetap memandang ibu dan anak itu dengan pandangan marah. Ibu itu sudah memeluk dengan erat anaknya yang menangis.

28 April 2000
Aku melempar remote yang ada di tanganku ke layar TV di depanku. Kemudian berlari ke kamar, mengunci pintu, lalu meringkuk di sudut ruangan. Tubuhku gemetar.
“Lube, kamu kenapa sayang?”suara tante Desy terdengar di balik pintu kamar.
Aku tak menjawab. Memang, sudah 3 tahun ini aku tak suka bicara lagi. Sejak aku melihat tubuh mamaku dimasukkan ke dalam tanah waktu itu. Lagi pula, papaku juga tak pernah lagi bicara padaku sejak itu. Tante Desy tahu itu, paling setelah ini nanti, dia akan membawaku ke seseorang. Katanya dia dokter, tapi aku sudah 8 tahun sekarang, aku sudah sekolah, dan aku sudah bisa baca, dan aku tahu dia psikolog.
“Sayang, kamu enggak apa-apa kan?” tanya tante Desy lagi.
Kenapa dunia ini berisik sekali? Teriakku dalam hati. Aku berlari ke kamar mandi, masuk ke dalam bath-tub yang terisi penuh air. Aku menahan nafas. Di dalam air ini tenang, aku tidak mendengar apa-apa lagi. Aku suka keheningan. Tapi bayangan-bayangan gambar di TV yang tadi kulihat tetap berkelebat di kepalaku. Seorang wanita memekik pedih setiap pukulan laki-laki di TV itu mendarat di tubuhnya. Tapi kemudian wanita itu berubah menjadi mamaku, dan laki-laki itu berganti dengan papaku.

9 Desember 2003
”Lube, kok lo gitu sih?” teriak Waqifa padaku.
Aku tak peduli, aku terus berlalu. Siapa suruh dia memintaku mewawancarai pak Turi untuk tugas Bahasa Indonesia? Maka aku lempar saja tape recorder yang diberikannya padaku ke lantai sampai benda itu pecah berserakan.
Ia kelihatan murka, ”Enggak punya perasaan! Enggak, ih! Enggak pake otak! Nyebelin banget sih lo! Gila lo ya?!” pekiknya padaku.
Aku tak peduli, aku terus melangkah. Aku tak suka bicara!! Pekikku tak kalah keras dalam hati.

28 Februari 2006
”Yah silahkan Lube, berikan kata sambutan kamu! Mungkin kamu ingin menyampaikan sepatah dua patah kata di hari ulang tahunmu ini.” kata pembawa acara yang dibayar tante Dest begitu aku turun dari kamarku.
Aku memandang tante Desy dengan marah. Hari ini memang hari ulang tahunku. Maka tante Desy membuat sebuah pesta untuk merayakannya. Aku sama sekali tidak suka, tapi tante Desy memohon-mohon padaku agar aku turun dari kamarku untuk menemui orang-orang yang diundangnya. Aku tahu, tante Desy pasti pasti ingin menunjukkan ke orang-orang kalau aku normal. Tapi apa peduliku? Memangnya kenapa kalau aku tidak normal? Mereka mau apa? Aku sering mendengar mereka berbisik-bisik mengataiku tidak normal, psiko, bahkan gila. Tapi aku benar-benar tidak peduli. Terserah!
Tante Desy memberikan mice padaku dengan wajah yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah.
”TANTE!!” gelegarku. Kali ini aku benar-benar marah pada tante Desy. Dia tahu! Bahkan sangat tahu! Kalau aku takkan memberikan ‘sepatah dua patah kata’ itu. Aku lempar mice itu ke kue tart bertingkat di depanku sampai kue itu hancur berantakan. Lalu aku berlari ke kamar. Masuk ke kamar mandi, masuk ke bath-tub penuh air. Aku sedikit tenang. Sudah tak ada lagi suara yang kudengar.

tunggu sambungannya di next posting, tapi aku gag janji kapan, liat aja dari Lube part I k part II ini udah berapa lama coba?
soalnya kayaknya aku posting yang lain dlu, hxihxihxi...
wis mi!

trash-trash-trash!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lube

4 mei 1998

Aku melangkahkan kakiku mengikuti langkah-langkah panjang wanita yang menuntun tanganku. Ada rintik hujan yang sedikit mengenai wajahku. ku memandang wajah tante Desy, adik ayahku, yang menuntunku. ia balas menatapku dengan pandangan sangat mengiba. Wajahnya basah bukan karena rintik hujan itu, namun karena air matanya yang tak berhenti mengalir sejak tadi pagi. Ia lalu memelukku.
"Sabar ya sayang." isaknya. "tante pasti jaga kamu" katanya.
Aku tidak menjawab. setelah tante Desy melepas pelukannya dan kembali menuntunku melewati beberapa gundukan tanah yang telah diselimutirumput Jepang, aku mengedarkan pandangan, memandang berkeliling. Orang-orang berpakaian serba hitam juga memandangku dengan pandangan yang sama mengibanya dengan tante Desy memandangku. Aku tak membalas tatapan itu. Tak mengangguk, seperti yang tante Desy perlihatkan pada mereka, tak tersenyum, juga tak menangis. Aku memutar leherku memandang kembali gundukan tanah yang kini telah ditaburi bunga yang tadi kami datangi. Tadi, tante Desy meraung-raung di sana, orang-orang yang berpakaian serba hitam yang mengelilingi gundukan itu, diam sama melihat tante Desy begitu.
Sepertinya tante Desy tak ingin aku berlama-lama memandang gundukan itu. Karena begitu menyadarinya, ia langsung menggendongku dan cepat-cepat membawaku pergi dari sana.
Aku benar-benar bingung dengan semua ini. Tak ingin bicara, juga tak ingin menangis. Aku hanya diam, benar-benar tidak ada rasa. Hanya sesekali terlintas di kepalaku bayangan mama yang memekik pedih setiap pukulan papa mendarat di tubuhnya. Aku juga terbayang bagaimana sulitnya aku membangunkan mama tadi pagi. Dia sama sekali tidak bergerak walau aku sudah memekik memanggilnya. Ia juga tetap diam walau aku sudah menggoncang-goncang tubuhnya kuat-kuat. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, karena setelah itu tante Desy segera menggengongku keluar dari kamar mama. Lalu semua orang di rumah menangis, kecuali aku.
Dan siang ini, aku dibawa kesini. Entah tempat apa, aku tak tahu. Yang kulihat hanya jejeran gundukan tanah yang diselimuti rumput dengan rapi. Beberapa pohon bunga kamboja, dan orang-orang yang datang kesini semuanya berpakaian serba hitam. Aku diam saja. Tapi ketika aku melihat tubuh mama ingin dimasukkan ke dalam lubang yang sekarang sudah ditumbun dan menjadi gundukan tanah merah dan ditaburi banyak bunga itu, aku ingin memekik, menghentikannya, tapi entah mengapa tak ada suara yang keluar dari mulutku. Seperti ada sebongkah batu besar yang mengganjal di otakku, perutku, dan kerongonganku. Lalu aku hanya diam. Tak ingin menangis, walau aku lumayan sedih melihat wajah tante Desy. Tak ingin bertanya, walau aku binging dengan semua yang terjadi. Dan tak ingin bicara lagi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS