about us
my name is nova nofridawati!
RSS

Alan’s Road

Sepetak tanah di kawasan yang sepi, tidak diperhatikan dan jarang dilalui. Ditumbuhi rumput dan pohon yang sering dijumpai di kampus ini. Tanah ini berada pada posisi salib, utara-selatan menghubungkan dua bangunan tua, gedung perkuliahan pertama di kampus ini dan gedung serba guna. Barat-timur mempertemukan café terbesar di kampus dengan jalan ber-paving block akses menuju fakultas keuangan, pangan dan ternak.
Aku dan kekasihku menamai sepetak tanah ini dengan “Alan’s Road”. Penamaan ini bukanlah bermaksud untuk mengklaim bahwa tanah atau jalan ini adalah milik kami, atau penamaan sebuah komet, juga bukan seperti nama jalan-jalan di kota. Menapaki jalan ini bagai menjalani terapi relaksasi. Sore hari, angin bertiup pelan, daun-daun berguguran, mata dimanjakan oleh pemandangan senja samudera Indonesia. Bukan karena sugesti, tapi itulah yang kami alami saat berdua menapaki jalan itu.
Karena efek positif yang ditimbulkan oleh segala keindahan tak terperhatikan di jalan inilah kami menamainya begitu.
Tentang bangunan di depannya, aku sering berfantasi bahwa itu adalah sebuah benteng tua yang kokoh. Halaman sampingnya yang mempunyai lebar sekitar 8 meter dan menghubungkan bangunan itu dengan jalan ber-paving block muncul sebagai sebuah parit pertahanan yang dialiri air dalam fantasiku. Di atap gedung, berdiri 150 orang pemanah dengan tiga lapis barisan, siap menyambut penyerang yang datang dari bawah (jalan utama menuju hutan). Aku selalu berucap dan berlaku yang sama setiap mulai berfantasi, setiap kami melewatinya. Satu senyuman mengembalikanku ke dunia nyata, aku sedang bersama kekasihku.
Peristiwa paling berkesan yang terjadi di jalan ini adalah saat kekasihku menyatakan cinta padaku. Saat itu hujan rintik-rintik, tak ada angin, rumput basah. Momen yang tepat, dia sangat menyukai hujan dan rumput yang basah. Kami tak akan melupakan hari itu. Dia hanya berkata “Aku sayang kamu”, dia terlihat malu-malu dan tak berani menatapku. Setelah itu, pipinya makin memerah, seakan semua darah mengalir ke kepala, badannya panas, kemudian berkeringat dingin. Betapa sakralnya itu baginya.
Sekarang Alan’s Road telah hilang. Rata dengan tanah berlumpur berwarna kuning kecoklatan. Sekarang hujan sudah tidak turun lagi, mungkin warna dan kadar airnya sudah berubah, bisa jadi sudah sangat kering dan mengepulkan debu. Terakhir kami mengunjunginya empat hari sebelum tulisan ini terbit.
Kami bahkan tidak punya fotonya. Alan’s Road dan semua memori di dalamnya akan selalu hidup dalam ingatan kami.


by : My Boyfriend, :)

hug-hug-hug!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: