about us
my name is nova nofridawati!
RSS

Lube

4 mei 1998

Aku melangkahkan kakiku mengikuti langkah-langkah panjang wanita yang menuntun tanganku. Ada rintik hujan yang sedikit mengenai wajahku. ku memandang wajah tante Desy, adik ayahku, yang menuntunku. ia balas menatapku dengan pandangan sangat mengiba. Wajahnya basah bukan karena rintik hujan itu, namun karena air matanya yang tak berhenti mengalir sejak tadi pagi. Ia lalu memelukku.
"Sabar ya sayang." isaknya. "tante pasti jaga kamu" katanya.
Aku tidak menjawab. setelah tante Desy melepas pelukannya dan kembali menuntunku melewati beberapa gundukan tanah yang telah diselimutirumput Jepang, aku mengedarkan pandangan, memandang berkeliling. Orang-orang berpakaian serba hitam juga memandangku dengan pandangan yang sama mengibanya dengan tante Desy memandangku. Aku tak membalas tatapan itu. Tak mengangguk, seperti yang tante Desy perlihatkan pada mereka, tak tersenyum, juga tak menangis. Aku memutar leherku memandang kembali gundukan tanah yang kini telah ditaburi bunga yang tadi kami datangi. Tadi, tante Desy meraung-raung di sana, orang-orang yang berpakaian serba hitam yang mengelilingi gundukan itu, diam sama melihat tante Desy begitu.
Sepertinya tante Desy tak ingin aku berlama-lama memandang gundukan itu. Karena begitu menyadarinya, ia langsung menggendongku dan cepat-cepat membawaku pergi dari sana.
Aku benar-benar bingung dengan semua ini. Tak ingin bicara, juga tak ingin menangis. Aku hanya diam, benar-benar tidak ada rasa. Hanya sesekali terlintas di kepalaku bayangan mama yang memekik pedih setiap pukulan papa mendarat di tubuhnya. Aku juga terbayang bagaimana sulitnya aku membangunkan mama tadi pagi. Dia sama sekali tidak bergerak walau aku sudah memekik memanggilnya. Ia juga tetap diam walau aku sudah menggoncang-goncang tubuhnya kuat-kuat. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, karena setelah itu tante Desy segera menggengongku keluar dari kamar mama. Lalu semua orang di rumah menangis, kecuali aku.
Dan siang ini, aku dibawa kesini. Entah tempat apa, aku tak tahu. Yang kulihat hanya jejeran gundukan tanah yang diselimuti rumput dengan rapi. Beberapa pohon bunga kamboja, dan orang-orang yang datang kesini semuanya berpakaian serba hitam. Aku diam saja. Tapi ketika aku melihat tubuh mama ingin dimasukkan ke dalam lubang yang sekarang sudah ditumbun dan menjadi gundukan tanah merah dan ditaburi banyak bunga itu, aku ingin memekik, menghentikannya, tapi entah mengapa tak ada suara yang keluar dari mulutku. Seperti ada sebongkah batu besar yang mengganjal di otakku, perutku, dan kerongonganku. Lalu aku hanya diam. Tak ingin menangis, walau aku lumayan sedih melihat wajah tante Desy. Tak ingin bertanya, walau aku binging dengan semua yang terjadi. Dan tak ingin bicara lagi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: